Mukjizat Bahasa Al-Qur’an yang Membungkam Para Penyair Arab
- account_circle Alif Imtinan Khansa Mahdiyah
- calendar_month Sel, 4 Nov 2025
- visibility 20
- comment 0 komentar

Jika pada tulisan sebelumnya (““Pecinta Seni Wajib Tahu,” 2025) kita menelusuri keindahan Al-Qur’an sebagai bentuk tertinggi dari keindahan ilahi, maka kali ini kita akan melihat sisi yang membuat siapa pun terdiam kagum: bahasanya yang memukau. Di balik ayat-ayat yang kita lantunkan, tersimpan keajaiban linguistik yang membuat para penyair hebat di masa lalu kehilangan kata. Bahasa Al-Qur’an bukan hanya alat penyampai pesan, tetapi keindahan yang hidup di setiap huruf dan ritmenya. Mukjizat terbesar Rasulullah adalah kata-kata yang turun dari langit dengan kemuliaan yang tak terjangkau oleh nalar manusia (Thonthowi dkk., 2024).
Pada masa Al-Qur’an diturunkan, bangsa Arab dikenal sangat fasih berbahasa. Mereka menjadikan puisi sebagai lambang kehormatan dan kebanggaan intelektual (Nurrohim dkk., 2024). Di pasar-pasar seperti ‘Ukaz dan Dzu al-Majaz, para penyair berlomba menunjukkan kepiawaian mereka menata kata. Karya terbaik bahkan digantung di dinding Ka‘bah sebagai bentuk penghormatan. Namun, di tengah gemilangnya tradisi sastra itu, datanglah Al-Qur’an dengan gaya bahasa yang sama sekali baru, tidak berbentuk puisi dan tidak pula prosa biasa. Ketika wahyu dibacakan, banyak yang tertegun. Mereka merasakan sesuatu yang belum pernah mereka dengar sebelumnya (Mutmainna dkk., 2025).
Allah bahkan menantang manusia untuk menandingi keindahan ini dalam firman-Nya:
فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ
“Maka datangkanlah satu surat yang semisal dengannya.” (QS. Yunus: 38)
Tantangan ini berdiri abadi. Tak satu pun mampu menjawabnya. Sejak saat itu, Al-Qur’an diakui bukan sekadar kitab, tetapi mukjizat yang hidup dalam bahasa.
Setiap kali Al-Qur’an dilantunkan, ada pesona yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Mengapa susunan bahasanya mampu menenangkan hati, menggugah jiwa, bahkan membuat para penyair Arab paling mahir terdiam tanpa daya? Rahasianya tersembunyi di balik keindahan linguistik yang tak tertandingi manusia. Mari kita telusuri lebih dalam keajaiban di setiap diksi, irama, dan struktur ayatnya untuk menemukan mengapa Al-Qur’an disebut sebagai mukjizat bahasa yang abadi (Nurrohim, 2019).
a. Diksi yang Sempurna dan Bermakna Dalam
Salah satu bukti keindahan Al-Qur’an adalah pemilihan katanya yang begitu tepat dan sarat makna. Setiap lafaz memiliki tempat yang tidak bisa digantikan oleh kata lain. Misalnya, perbedaan antara خَوْف (khauf) dan خَشْيَة (khasyyah). Keduanya berarti “takut”, namun digunakan dalam konteks yang berbeda. Khauf menggambarkan rasa takut terhadap bahaya atau ancaman, sedangkan khasyyah mencerminkan ketakutan yang disertai penghormatan dan kesadaran spiritual (Umami dkk., 2024). Allah berfirman dalam QS. Fāṭir [35]: 28:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.”
Ayat ini menunjukkan bahwa ketakutan yang lahir dari ilmu dan keimanan memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Pemilihan kata yang seakurat ini memperlihatkan keindahan yang tidak hanya estetis, tetapi juga filosofis. Setiap kata membawa nilai, makna, dan nuansa emosional yang menggetarkan hati (Anshara & Nurrohim, 2023).
b. Irama dan Keindahan Bunyi yang Menggetarkan
Keajaiban Al-Qur’an juga terletak pada keindahan bunyinya. Saat dibaca, ayat-ayatnya menghadirkan irama alami yang lembut dan ritmis, menenangkan jiwa bahkan bagi yang tidak memahami maknanya. Coba dengarkan Surah Al-Kawthar:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Meski hanya tiga ayat, surah ini menampilkan keseimbangan bunyi yang indah. Pengulangan huruf “رَ” dan “هَ” menciptakan alunan lembut yang menenangkan, sementara maknanya meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW di masa sulit. Keindahan ini tidak bergantung pada pemahaman bahasa Arab; bahkan pendengar non-Arab pun sering kali merasakan ketenangan dan keharuan saat mendengarnya. Inilah bukti bahwa keindahan Al-Qur’an bersifat universal, ia berbicara kepada hati, bukan hanya kepada telinga (Burhanuddin, 2023).
c. Struktur dan Simetri yang Mengagumkan
Selain keindahan bunyi dan diksi, Al-Qur’an juga menunjukkan keajaiban dalam struktur dan keteraturannya. Setiap bagian tersusun dengan keseimbangan yang luar biasa, baik dalam tema maupun jumlah kata. Misalnya, kata الدنيا (dunya) dan الآخرة (akhirah) masing-masing disebut sebanyak 115 kali dalam Al-Qur’an. Jumlah yang sama ini menggambarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, dua realitas yang terus beriringan dalam pandangan Islam. Begitu pula kata الملائكة (malaikat) dan الشيطان (syaitan) disebut dengan frekuensi yang sama, melambangkan keseimbangan antara kebaikan dan keburukan yang dihadapi manusia (Nurrohim, 2019).
Keteraturan ini tidak mungkin merupakan hasil kebetulan. Ia menunjukkan bahwa setiap ayat disusun dengan rancangan ilahi yang sempurna. Struktur Al-Qur’an tidak hanya indah ketika dibaca, tetapi juga mencerminkan logika dan harmoni yang mendalam. Keindahan ini menjadikan Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci, tetapi juga karya sastra ilahiah yang melampaui zaman (Zaini dkk., 2021).
Menyelami Keindahan yang Menuntun Jiwa
Keagungan bahasa Al-Qur’an tidak berhenti pada keindahan bunyi atau harmoni susunan katanya, tetapi menyentuh lapisan makna yang menghidupkan kesadaran manusia. Setiap lafaz yang tertulis di dalamnya bagaikan percikan cahaya yang menuntun hati untuk mengenal kemuliaan Sang Pencipta. Ketika seseorang menelusuri kedalaman maknanya, muncul rasa kagum yang menjelma menjadi cinta tulus kepada firman Allah. Keindahan ini tidak hanya hadir untuk dinikmati, melainkan untuk direnungkan agar setiap pembaca mampu merasakan kedekatan spiritual yang tumbuh dari pemahaman yang mendalam (Nurrohim & Sidik, 2020).
Membaca Al-Qur’an dengan hati yang jernih akan membuka tabir makna di balik setiap ayatnya. Di sanalah mukjizat sejati bersemayam, menghadirkan ketenangan yang menyelimuti pikiran dan membangkitkan kehidupan batin yang lebih bermakna (Istiqomah & Nurrohim, 2025). Setiap untaian kalimat membawa pesan yang menuntun manusia menuju kebenaran, meneguhkan iman, dan menumbuhkan rasa syukur atas kasih sayang Allah yang tak terhingga. Melalui keindahan bahasanya, Al-Qur’an terus berbicara melampaui zaman, menjadi pelita abadi bagi jiwa yang mencari cahaya (Nurrohim, 2016).
Setelah kita mulai memahami keindahan Al-Qur’an dari sisi bahasanya, kekaguman yang muncul tidaklah berhenti hanya pada rasa takjub. Keindahan pilihan kata dan irama bacaannya adalah undangan halus agar kita lebih dekat dan akrab dengan firman Allah. Bukan sekadar untuk dikagumi, tetapi untuk dijadikan teman bicara dalam keseharian. Cobalah membacanya lebih sering, merenungi maknanya perlahan, dan biarkan setiap ayatnya berbicara langsung ke hati. Dari sanalah rasa cinta yang tulus akan tumbuh, mengubah kekaguman menjadi kebiasaan yang menenangkan dan menuntun hidup ke arah yang lebih baik.
