Bisa’a Rumangsa, Aja Rumangsa Bisa
- account_circle Arief Nur Rahman
- calendar_month Kam, 2 Okt 2025
- visibility 86
- comment 0 komentar

Ada falsafah atau piwulang Jawa yang berbunyi “Bisa’a rumangsa, aja rumangsa bisa.” Pernahkah kita dengar falsafah Jawa tersebut? Nah, bagaimana Islam memandang falsafah ini? Mari kita pelajari lebih dalam.
Baik sobat-sobat semua, ungkapan “Bisa’a rumangsa, aja rumangsa bisa” ini punya dua makna. Bisa rumangsa itu berarti menyadari kemampuan diri, tahu diri. Kalau “aja rumangsa bisa” itu jangan merasa paling bisa/pandai/aja dumeh.
Kadang kita menjumpai perkataan yang mengandung unsur kesombongan saat dialog. Apa contohnya?
– “Wah, nek gak ana aku, acarane mesti kacau.”
– “Nek ra ana aku, garapan iki mesti ra rampung.”
– “Untung kompore tak pateni, nek orang omahe kobong.”
– “Aku dadi isah ngene iki, mergo latihane yo ma tahun-tahun.”
Ungkapan-ungkapan ini secara tidak langsung sejatinya mengandung kesombongan.
Sobat semua, ungkapan “Bisa’a rumangsa” ini mengajarkan kita bahwa ilmu, keberhasilan, harta, kedudukan, keahlian yang kita miliki ini bukankah hanya titipan? Maka tidak pantas kita berlaku sombong. Lalu, ungkapan “Aja rumangsa bisa” ini mengingatkan kita agar selalu rendah hati dan tawadu.’ Maka falsafah jawa ini sangat linier dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Lalu, apa firman Allah Swt. yang menegaskan prinsip tersebut? Mari kita cermati ayat berikut.
وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا
Artinya: Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung. (Q.S. Al-Isra’ [17]: 37)
Dari ayat tadi, Allah seolah memerintahkan kita agar “Selalu rendah hati saat berjalan di muka bumi & bermuamalah dengan sesama.” Mengapa demikian? Karena pada hakikatnya kita ini bukan siapa-siapa. Bukankah semua yang melekat pada diri ini hanya titipan dari Allah Swt.? Allah Swt. mengingatkan kita agar tidak bergaya seperti langit padahal bumi saja belum sepenuhnya kita pahami.
Lalu, bagaimana komentar Rasulullah saw. terkait masalah ini Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ(رواه مسلم)
Artinya: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (H.R. Muslim)
Sobat semua yang dirahmati Allah Swt, bukankah kisah-kisah terdahulu telah mengajarkan kita bahwa kesombongan pasti berujung pada kebinasaan? Bukankah iblis ditaqdir masuk neraka karena kesombongan? Bukankah Fir’aun binasa di Laut Merah karena sombong dengan kedudukan? Bukankah Qarun binasa karena sombong dengan harta? Bukankah Abu Jahal binasa karena gensi dan keangkuhannya?
Maka falsafah “Bisa rumangsa, aja rumangsa bisa” adalah piwulang jawa mengajarkan kita tiga hal.
1. Selalu introspeksi diri, mengakui keterbatasan/kelemahan, dan bergantung hanya kepada Allah Swt.
2. Jangan sampai berlaku sombong, merasa paling mampu, dan meremehkan orang lain.
3. Yakinlah bahwa kesombongan akan berujung pada kebinasaan.
Oleh karena itu sobat, mari lebih menata hati agar kita dijauhkan dari sifat “rumangsa bisa”. Demikian secuil ibrah falsafah jawa yang bernilai islami, semoga bermanfaat. Allahu a’lam bis sowab.
- Penulis: Arief Nur Rahman
Saat ini belum ada komentar